FREE DOWNLOAD PICTURE
MORE INFO ABOUT WALLPAPER
Sunday, January 24, 2010

2. TEORI PENUNJANG

    TEORI PENUNJANG

    2.1. Finite State Automaton
    Secara umum representasi scanner dinyatakan dengan menyusun suatu
    diagram transisi atau transition diagram yang disebut finite automaton.
    Finite Automaton memiliki konsep sebagai bentuk yang paling sederhana
    dari peralatan komputerisasi abstrak. Meskipun teori finite automaton hanya
    berhubungan secara langsung dengan mesin-mesin sederhana, ini merupakan
    dasar penting dari banyak aplikasi baik konkrit maupun abstrak. Finite-state
    control dari suatu finite automaton juga merupakan inti dari begitu banyak
    peralatan komputer yang kompleks, salah satu di antaranya yaitu mesin Turing.
    Pengaplikasian finite automata dapat ditemukan pada algoritma-algoritma
    yang digunakan untuk pencocokan string pada perangkat lunak editor teks dan
    perangkat lunak pengecekan ejaan, serta dapat ditemui juga pada penganalisa
    sintaks yang digunakan oleh assemblers atau compilers. Meskipun finite automata
    pada umumnya dianggap sebagai peralatan komputer abstrak, ia juga banyak
    ditemui pada aplikasi-aplikasi non-komputer, seperti pengatur sinyal lampu lalu-
    lintas dan mesin vending.

    Automaton memiliki satu alur khusus dan unik untuk setiap kata yang akan
    dikenali atau diterima, Jika suatu alur berakhir pada suatu state yang disebut
    sebagai final state atau accepting state, maka kata yang ditelusuri tersebut
    dikatakan dikenali oleh automaton.
    Komponen dasar yang dimiliki oleh Finite Automaton adalah alphabet
    yaitu himpunan simbol/lambang yang dikenali. Himpunan alfabet diwakili dengan
    ∑, jika dan hanya jika ∑ merupakan himpunan simbol yang bersifat tetap dan
    bukan merupakan himpunan kosong. Contoh umum dari alphabet di sini adalah
    26 (dua puluh enam) huruf yang dikenali dalam bahasa Indonesia ataupun
    rangkaian karakter ASCII, yang merupakan rangkaian standar dari kode-kode
    komputer. Sedangkan sebuah word, yang disebut juga string atau sentence adalah
    rangkaian satu atau lebih alphabet yang telah dinyatakan sebelumnya. Rangkaian
    Page 2
    7
    word itu sendiri disebut bahasa (language), yang diwakili dengan L. Berikut ini
    adalah contoh alphabet beserta words yang dapat dibentuknya:
    • ∑ = {a, b}, maka contoh words yang dapat dibentuknya yaitu “aab”, “abab”,
    “a”, “bbbbbb”, dan lain-lain.
    • ∑ = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}, maka contoh words yang dapat dibentuknya
    yaitu “26498098”, “100103”, “0000”, dan lain-lain.
    Lebih lanjut, concatenation adalah proses menggabungkan dua buah word
    menjadi satu word baru, yaitu yang terdiri dari rangkaian alphabet dari word
    pertama dan disambung dengan rangkaian alphabet dari word ke-dua.
    • ∑ = {a, b}, words x = “aaa” dan y = “bbb” dimana setiap a merupakan
    anggota himpunan ∑, a∈∑ dan setiap b anggota himpunan ∑, b∈∑. Maka
    gabungan atau concatenation x dan y, dinyatakan dengan x.y = “aaabbb”.
    Setelah memiliki pemahaman di atas, maka definisi dari sebuah Finite
    Automaton dapat ditetapkan sebagai suatu model matematis dari sebuah mesin
    yang menerima suatu rangkaian words tertentu yang mengandung alphabet ∑.
    Finite Automaton memiliki lima komponen, yaitu antara lain:
    a. ∑, merupakan himpunan alphabet input (himpunan simbol/lambang yang
    tetap dan bukan merupakan himpunan kosong)
    b. S, merupakan himpunan state yang tetap dan bukan merupakan himpunan
    kosong.
    c. S0, merupakan state awal (start state atau initial state), merupakan anggota
    dari S.
    d. δ, merupakan fungsi transisi antar state; δ: S x ∑ → S.
    e. F, merupakan himpunan state akhir (final state atau accepting state),
    merupakan sub-himpunan dari S.
    Secara visual, suatu bagan Finite Automaton diwakili dengan suatu graf
    berarah dengan rumus G=; dimana V=S dan E={ | s,t∈S, a∈∑ ∧
    δ(s,a) = t}. “V” merupakan himpunan verteks pada graf, “E” merupakan
    himpunan sisi pada graf yang pada dasarnya merupakan fungsi-fungsi transisi
    antara state yang satu ke state yang lain (state “s” dan “t”, yang masing-
    masingnya merupakan anggota dari “S”). Selain itu, setiap sisi graf diberi nama
    Page 3
    8
    dengan alphabet penghubung (alphabet “a”) antara dua verteks yang
    dihubungkannya.
    Pada umumnya, dalam suatu bagan Finite Automaton terdapat minimal
    satu state akhir. Verteks graf yang menunjukkan suatu state, tetapi bukan state
    akhir, dinyatakan dengan lingkaran , sedangkan yang menunjukkan suatu
    state akhir dinyatakan dengan lingkaran ganda , sisi graf yang menunjukkan
    fungsi transisi dinyatakan dengan tanda panah
    .
    Jadi suatu state dapat menjadi asal dan tujuan dalam suatu fungsi transisi
    yang melibatkan dua buah state. Ditinjau dari sudut pandang state asal, maka
    setiap state (kecuali state akhir) pasti menjadi state asal dan memiliki fungsi
    transisi ke state yang lain, sedangkan state akhir dapat tidak memiliki fungsi
    transisi ke state yang lain. Ditinjau dari sudut pandang state tujuan, maka setiap
    state (kecuali state awal) pasti menjadi state tujuan.
    Finite automaton dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
    - NFA (Nondeterministic Finite Automaton)
    - DFA (Deterministic Finite Automaton)
    2.1.1. NFA (Nondeterministic Finite Automaton)
    Pada NFA terdapat kemungkinan lebih dari 1 transisi yang keluar dari
    sebuah state dengan sumber input yang sama. Berikut ini adalah contoh NFA
    Gambar 2.1 Bagan NFA yang menerima aa* | bb* [1]
    Page 4
    9
    Berikut ini adalah tabel transisi NFA:
    Tabel 2.1. Tabel Transisi NFA (aa* | bb*)
    δ
    λ
    a
    B
    0
    1,3
    -
    -
    1
    -
    2
    -
    2
    -
    2
    -
    3
    -
    -
    4
    4
    -
    -
    4
    Keterangan:
    Bagan pada Gambar 2.1. di atas sudah merupakan bagan NFA, karena ada state
    asal yang memiliki tujuan ke lebih dari satu state tujuan dengan alphabet
    penghubungan yang sama (λ).
    Pada gambar diatas state 0 sebagai start state dan state 2 serta state 4
    adalah final state. Disini digambarkan NFA menerima suatu input berupa aa* |
    bb*. Suatu string “aaa” akan diterima dengan melalui state 0,1,2,2, dan 2. atau
    bila NFA menerima string “bbbb” maka akan melalui state 0,3,4,4,4, dan 4. NFA
    mempunyai kelebihan dapat melakukan backtracking, namun aksesnya lebih
    lambat dibandingkan dengan DFA (Deterministic Finite Automaton).
    2.1.2. DFA (Deterministic Finite Automaton)
    Pada suatu NFA, suatu state dapat memiliki tujuan ke beberapa state yang
    berbeda dengan alphabet penghubung yang sama. Akan tetapi, hal ini tidak
    diperbolehkan pada suatu DFA. Untuk menyederhanakan suatu NFA menjadi
    suatu DFA dipergunakan Tabel Transisi yang memiliki kolom berupa variasi
    alphabet yang diterima dan baris berupa nama-nama state asal. Sedangkan titik
    temu antara suatu kolom dan baris diisi dengan nama-nama state tujuan dari state
    asal yang tertera pada bagian baris dengan alphabet penghubung yang tertera pada
    bagian kolom. Berikut ini adalah contoh suatu DFA yang akan mengenali suatu
    bilangan cacah.
    Page 5
    10
    • DFA Bilangan Cacah = <∑, S, S0, F>
    ∑ = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
    S = {S0, S1, S2}
    S0 = S0
    F = {S1, S2}
    Berikut ini adalah bagan DFA untuk Bilangan Cacah:
    Gambar 2.2. Bagan DFA Bilangan Cacah [3]
    Berikut ini adalah tabel transisi DFA untuk Bilangan Cacah:
    Tabel 2.2. Tabel Transisi DFA Bilangan Cacah [3]
    δ
    0
    1..9
    S0
    S1
    S2
    S1
    -
    -
    S2
    S2
    S2
    Keterangan:
    Bagan pada Gambar 2.2. di atas sudah merupakan bagan DFA yang benar
    karena tidak ada state asal yang memiliki tujuan ke lebih dari satu state tujuan
    dengan alphabet penghubungan yang sama.
    2.2. Parsing Algorithm
    Secara umum, analisa struktur secara sintaksis dilakukan pada tahap
    parsing. Yang merepresentasikan struktur tersebut adalah Context Free Grammar.
    Output dari parser adalah representasi dari parse tree untuk sederetan token yang
    Page 6
    11
    dihasilkan scanner. Parsing algorithm dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Top-
    Down parser dan Bottom-Up parser.
    2.2.1 Context Free Grammar
    Untuk merepresentasikan sintaks bahasa dikenal suatu notasi yang disebut
    Context Free Grammar (CFG), dengan adanya CFG maka memungkinkan untuk
    membentuk sebuah pohon parser (parse tree). CFG adalah satu dari empat tipe
    grammar (tata bahasa) yang ditentukan oleh Noam Chomsky (MIT) pada tahun
    1950.
    CFG memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
    a. Terminals.
    Terminals adalah simbol dasar yang menjadi pembentuk string –disebut juga
    word. Terminal dikenal juga dengan istilah ‘token’.
    b. Nonterminals.
    Nonterminal adalah variabel sintaksis yang menunjukkan kumpulan string.
    Nonterminal memerlukan sekumpulan string yang membantu menentukan
    language yang dihasilkan oleh grammar.
    c. Start symbol.
    Dalam sebuah grammar, salah satu nonterminal berfungsi sebagai start
    symbol, dan kumpulan string yang ditunjukkannya adalah language yang
    ditentukan oleh grammar.
    d. Productions.
    Productions pada sebuah grammar berfungsi untuk menentukan cara-cara
    dimana terminals dan nonterminals dapat dikombinasikan untuk membentuk
    string. Tiap productions terdiri atas sebuah nonterminal, yang diikuti oleh
    tanda panah (terkadang simbol ::= digunakan untuk menggantikan tanda
    panah), lalu diikuti oleh sebuah string yang terdiri atas nonterminals dan/atau
    terminals.
    Berikut ini adalah contoh grammar dengan productions untuk ekspresi
    aritmetik sederhana:
    expr → expr op expr
    expr → ( expr )
    expr → – expr
    Page 7
    12
    expr → id
    op → +
    op → –
    op → *
    op → /
    Keterangan:
    Pada productions ini, yang termasuk dalam simbol nonterminal adalah expr dan
    op, selain itu expr juga berlaku sebagai start symbol. Sedangkan simbol
    terminalnya adalah id, +, –, *, /, (, dan )
    2.2.2. Top-Down Parser
    Top-Down Parser membangun parse tree dengan dimulai dari root
    kemudian membangun node-node dari parse tree secara preorder. Salah satu
    bentuk umum top-down parser adalah recursive-descent parser, dimana masih
    menggunakan backtracking. Bagaimanapun, bactracking parser tidaklah sering
    ditemui. Hal ini dikarenakan backtracking jarang diperlukan untuk mem-parse
    konstruksi bahasa pemrograman. Kasus khusus recursive-descent parser adalah
    predictive parser, dimana predictive parser merupakan salah satu recursive-
    descent parser yang tidak menggunakan backtracking.
    2.2.2.1. Predictive parser
    Untuk membuat sebuah predictive parsers, simbol input sekarang, a dan
    nonterminal A haruslah dikembangkan, dimana salah satu alternatif dari produksi
    A → α1 | α2 | … | αn adalah alternatif khusus yang menderivasikan sebuah string
    yang dimulai dengan a, alternatif yang tepat haruslah diperkirakan dengan
    melihat hanya pada simbol pertama yang diderivasikannya. Sebagai contoh, jika
    kita memiliki produksi
    stmt → if expr then stmt else stmt
    | while expr do stmt
    | begin stmt end
    maka keyword if, while, dan begin memberitahu kita mana alternatif yang hanya
    satu yang dapat berhasil jika kita mencari sebuah pernyataan.
    Untuk parser, diagram transisi dibuat untuk masing-masing nonterminal.
    Label pada ujung diagram transisi adalah token (terminal) dan nonterminal.
    Page 8
    13
    Sebuah transisi pada sebuah token (terminal) berarti kita harus mengambil transisi
    tersebut jika token tersebut adalah simbol input berikutnya. Sebuah transisi pada
    sebuah nonterminal A dipanggil oleh sebuah prosedur untuk A.
    Untuk membuat diagram transisi sebuah predictive parser dari sebuah
    grammar, pertama-tama adalah mengurangi rekursi di sebelah kiri dari grammar
    dan kemudian faktor sebelah kiri dari grammar. Kemudian untuk tiap nonterminal
    A dilakukan hal berikut ini:
    a. Buat sebuah initial dan final state.
    b. Untuk tiap produksi A → X1 X2 … Xn , buat sebuah garis dari initial ke
    final state, dengan garis berlabel X1, X2, …, Xn.
    Sebuah program predictive parsing berdasarkan pada sebuah diagram
    transisi bertujuan untuk mencocokkan simbol terminal dengan input dan
    memanggil sebuah prosedur disaat harus diikuti dengan sebuah garis berlabel
    nonterminal. Pendekatan tersebut akan berhasil dengan catatan tidak ada
    nondeterminan, dengan kata lain tidak ada lebih dari satu transisi untuk satu input.
    Sebagai contoh, kita memiliki grammar berikut ini:
    E → T E’
    E’ → + T E’
    T → F T’
    T’ → * F T |
    F → ( E ) | id
    maka diagram transisi dari grammar diatas adalah sebagai berikut:
    Gambar 2.3 Diagram Transisi [1]
    Page 9
    14
    2.2.2.2. Nonrecursive predictive parser
    Sebuah predictive parser memiliki sebuah input buffer, sebuah stack,
    sebuah parsing table dan sebuah output stream. Input buffer berisi string yang
    akan di-parsing, yang diikuti tanda $, simbol yang digunakan sebagai right
    endmarker untuk menandakan akhir dari string input. Stack berisi sederet symbol
    grammar dengan $ pada bagian paling bawah, yang menunjukkan bagian paling
    bawah stack. Mula-mula, stack berisi start symbol dari grammar di atas tanda $.
    Parsing table adalah array dua dimensi M[A,a], dimana A adalah nonterminal
    dan a adalah terminal atau tanda $.
    Konstruksi sebuah predictive parser ditambah dua buah fungsi yang
    berkaitan dengan sebuah grammar, G. Fungsi-fungsi tersebut, fungsi First dan
    fungsi Follow, memungkinkan kita untuk mengisi isian pada sebuah predictive
    parsing table untuk G, kapanpun memungkinkan.
    2.2.3. Bottom-Up Parser
    Bottom-Up Parser membangun parse tree dimulai dari bawah dan naik
    sampai ke root. Langkah-langkah Bottom-Up Parser dapat kita lihat pada contoh
    berikut ini, misalnya terdapat grammar berikut ini:
    S → aABe
    A → aBc | b
    B → d
    Sentence abbcde dapat menjadi S dengan langkah-langkah berikut ini:
    abbcde
    aAbcde
    aAde
    aABe
    S
    Keterangan:
    abbcde kita scan untuk mencari substring yang cocok pada bagian kanan beberapa
    production. Setelah menemukannya, kita gantikan dengan substring pada bagian
    kiri production yang cocok itu. Langkah tersebut terus diulang sampai sentence
    abbcde menjadi S.
    Page 10
    15
    2.3. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
    Tatabahasa Indonesia terdiri atas tiga unsur, yaitu fonologi, morfologi,
    dan sintaksis. Namun, dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai
    morfologi dan sintaksis.
    2.3.1. Morfologi
    Bagian dari tatabahasa yang membahas bentuk kata disebut morfologi.
    Didalam morfologi dikenal istilah morfem, dimana morfem adalah kesatuan yang
    ikut serta dalam pembentukkan kata dan yang dapat dibedakan artinya. Morfem
    sendiri berasal dari kata morphe yang berarti ‘bentuk’, dan akhiran -ema yang
    berarti ‘yang mengandung arti’. Dalam bahasa Indonesia kita mendapati dua
    macam morfem, yaitu morfem dasar atau morfem bebas seperti kerja, puas bapa,
    kayu,dan lain-lain; serta morfem terikat seperti pe-, -an, pe-an, ter-, ber-, me-, dan
    lain-lain. Morfem bebas bisa langsung membina sebuah kalimat, sebaliknya
    morfem terikat tidak dapat berdiri sendiri, harus diikatkan dengan morfem bebas
    terlebih dahulu. Dalam tatabahasa Indonesia, morfem dasar atau morfem bebas
    disebut kata dasar, sedangkan morfem terikat disebut imbuhan.
    Selain istilah morfem, terdapat istilah alomorf. Alomorf adalah variasi
    bentuk dari suatu morfem disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang
    dimasukinya. Misalnya morfem ber- dalam realisasinya dapat mengambil
    bermacam-macam bentuk: ber-, be-, bel-. Dalam morfologi dibicarakan
    bagaimana hubungan antara morfem dengan morfem, antara morfem dengan
    alomorf, serta bagaimana menggabungkan morfem-morfem itu untuk membentuk
    suatu kata.
    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, morfem dibedakan menjadi
    dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem terikat dalam tatabahasa
    Indonesia dapat dibagi lagi atas empat macam berdasarkan tempat terikatnya pada
    sebuah morfem dasar, yaitu awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan
    konfiks, dimana konfiks adalah gabungan dari dua atau lebih dari ketiga macam
    morfem terikat lain yang bersama-sama membentuk suatu kesatuan arti.
    Page 11
    16
    2.3.1.1. Kata
    Kata adalah kesatuan-kesatuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah
    kalimat dibagi atas bagian-bagiannya, dan mengandung suatu ide. Suatu morfem
    bebas sudah merupakan suatu kata, tetapi sebaliknya konsep tentang kata tidak
    hanya meliputi morfem bebas melainkan juga semua bentuk gabungan antara
    morfem bebas dan morfem terikat, atau morfem dasar dengan morfem dasar. Kata
    berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi:
    a. Kata dasar, umumnya terdiri atas dua suku kata, misalnya rumah, lari, nasi dan
    sebagainya.
    b. Kata berimbuhan, yang dapat dibagi lagi menjadi kata yang berawalan, kata
    yang berakhiran, kata yang bersisipan dan kata yang berkonfiks.
    c. Kata ulang
    d. Kata majemuk
    Pembagian jenis kata:
    - Kata benda (nomina)
    Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan.
    Dalam bahasa Indonesia ada nomina yang terdiri atas kata dasar (satu morfem)
    yang disebut nomina dasar dan ada yang terdiri atas dua morfem atau lebih
    yang disebut nomina turunan. Nomina turunan dibentuk dari nomina dasar
    atau kategori kata yang lain, khususnya verba dan adjektiva. Selain itu, ada
    pula kata lain seperti numeralia dan konjungsi, tetapi jumlahnya tidak banyak.
    Umumnya nomina turunan dibentuk dengan menambahkan prefiks, sufiks
    atau konfiks pada bentuk dasar (umumnya bentuk dasar yang diturunkan dari
    verba atau verba turunan). Sehingga kita akan memperoleh nomina turunan
    seperti pembeli, pembelian dan sebagainya.
    - Kata kerja (verba)
    Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Bahasa
    Indonesia memiliki dua macam bentuk verba, yakni verba asal, verba yang
    dapat berdiri sendiri tanpa afik dalam konteks sintaksis dan verba turunan,
    verba yang dibentuk dengan menambahkan afiks pada dasar kata atau
    kelompok kata. Apabila suatu kata kerja menghendaki adanya suatu pelengkap
    maka disebut kata kerja transitif, misalnya memukul, menangkap, melihat,
    Page 12
    17
    mendapat dan sebagainya. Sebaliknya jika tidak memerlukan suatu pelengkap
    maka disebut kata kerja intransitif, misalnya: menangis, meninggal, berjalan,
    berdiri dan sebagainya.
    - Kata sifat (adjektiva)
    Kata sifat adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan
    orang, benda, atau binatang.
    - Kata keterangan (adverbia)
    Kata keterangan adalah kata-kata yang memberi keterangan tentang kata kerja,
    kata sifat, kata keterangan, kata bilangan dan seluruh kalimat.
    - Kata ganti (pronomina)
    Kata ganti adalah segala kata yang digunakan untuk menggantikan kata benda
    atau yang dibendakan.
    - Kata bilangan (numeralia)
    Kata bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah
    kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda.
    - Kata depan (preposisi)
    Kata depan adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau bagian-bagian
    kalimat. Kata depan yang terpenting dalam bahasa Indonesia adalah di, ke,
    dari, pada. Selain itu ada beberapa kata depan yang menduduki bermacam-
    macam fungsi yang istimewa, antara lain akan, dengan, atas, antara.
    - Kata sambung (konjungsi)
    Kata sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian-bagian
    kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat.
    2.3.1.2. Imbuhan (Afiks)
    Imbuhan terbagi atas:
    a. Awalan (Prefiks).
    Awalan adalah suatu unsur struktural yang diikatkan di depan sebuah kata
    dasar atau bentuk dasar. Yang dimaksud disini adalah hubungan antar awalan dan
    kata dasar adalah hubungan struktural, yaitu bahwa semua unsur (awalan dan
    kata dasar) merupakan bagian dari kata turunan (kata yang berawalan).
    Page 13
    18
    Yang termasuk di dalam awalan adalah ber-, me-, pe-, per-, di-, ke-, ter-
    dan se-. Didalam menambahkan awalan pada suatu bentuk dasar, ada suatu proses
    yang terkadang ikut andil didalamnya, proses yang dimaksud adalah proses
    nasalisasi. Proses nasalisasi inilah yang akan menyebabkan bervariasinya bentuk
    awalan, bentuk-bentuk variasi itu disebut dengan Alomorf.
    Untuk awalan ber- terdapat tiga macam bentuk yaitu be-, ber-, dan bel-.
    Awalan me- dan pe- memiliki bentuk yang lebih banyak lagi karena mengalami
    proses nasalisasi. Bentuk awalan me- antara lain me-, mem-, men-, meng-, meny-,
    dan menge- sedangkan bentuk awalan per- antara lain pe-, per-, pem-, pen-, peng-,
    peny-, dan penge-. Sedangkan untuk bentuk awalan lainnya tidak mengalami
    perubahan bentuk setelah ditambahkan pada kata dasar.
    b. Sisipan (Infiks).
    Sisipan adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata
    antara konsonan pertama dengan vokal pertama. Jenis morfem ini pemakaiannya
    terbatas pada beberapa kata saja. Sisipan yang terdapat dalam bahasa Indonesia
    adalah -el-, -er-, dan -em-.
    c. Akhiran (Sufiks).
    Akhiran adalah semacam morfem terikat yang dilekatkan di belakang
    suatu morfem dasar. Macam-macam akhiran yang terdapat dalam bahasa
    Indonesia adalah akhiran -an, -kan, -i.
    d. Konfiks.
    Konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit kata dasar dan
    membentuk satu kesatuan, awalan dan akhiran dilekatkan secara serentak pada
    kata dasar, selain itu pemenggalan salah satu afiks tidak akan meninggalkan
    bentuk yang masih berwujud kata yang maknanya masih dapat ditelusuri. Yang
    termasuk konfiks adalah ke-an dan per-an.
    e. Gabungan imbuhan.
    Gabungan imbuhan adalah pemakaian beberapa imbuhan sekaligus pada
    suatu kata dasar, yang masing-masing mempertahankan arti dan fungsinya.
    Imbuhan-imbuhan yang biasa dipakai bersama-sama adalah me-kan, di-kan, mem-
    per-kan, di-per-kan, mem-per-i, di-per-i, ber-kan, dan ber-an.
    Page 14
    19
    Bentuk-bentuk alomorf dari imbuhan-imbuhan diatas dapat kita lihat pada
    tabel berikut ini:
    Tabel 2.3. Tabel Bentuk Alomorf dari Imbuhan
    Imbuhan
    Alomorf
    be-
    bel-
    1. be-
    ber-
    me-
    mem-
    men-
    meng-
    menge-
    2. meN-
    meny-
    pe-
    3. peN-
    pem-
    pen-
    peng-
    penge-
    peny-
    per-
    te-
    tel-
    4. ter-
    ter-
    Keterangan:
    Pada tabel diatas morfem pe- dan me- selain mempunyai bentuk alomorf sendiri
    juga mengalami nasalisasi yang menyebabkan bentuk alomorf-nya bertambah.
    Data tabel diperoleh dari referensi Tata Bahasa Indonesia halaman 94-106.
    2.3.1.3. Nasalisasi
    Nasalisasi adalah proses merubah atau memberi nasal pada fonem-fonem.
    Dalam menasalkan suatu fonem haruslah mengikuti kaidah-kaidah tertentu. Tiap
    fonem yang dinasalkan harus mengambil nasal yang homorgan, maksudnya nasal
    yang mempunyai articulator dan titik artikulasi yang sama dengan fonem yang
    dinasalkan itu. Misalnya p dan b harus mengambil nasal m (karena sama-sama
    bilabial), t dan d harus mengambil nasal n (karena sama-sama dental), k dan g
    harus mengambil nasal ng (karena sama-sama velar) dan sebagainya. Nasalisasi
    hanya berlangsung pada kata-kata dasar, atau yang dianggap kata dasar.
    Page 15
    20
    Dalam proses nasalisasi terdapat konsonan yang mengalami peluluhan dan
    ada juga yang tidak setelah mengalami nasalisasi. Hal ini terjadi dikarenakan
    adanya konsonan bersuara dan konsonan tidak bersuara, konsonan yang bersuara
    tidak akan mengalami peluluhan setelah proses nasalisasi karena bersifat sama
    dengan konsonan nasal (bersuara), sebaliknya konsonan tidak bersuara harus
    disesuaikan dengan fonem nasal yang bersuara. Yang termasuk fonem-fonem
    bersuara adalah b, d, g, dan j. Sedangkan fonem yang tidak bersuara adalah p, t, k,
    dan s. Selain itu Fonem-fonem y, r, l, dan w dianggap mengalami proses
    nasalisasi juga, tetapi nasalisasi yang zero (tidak ada). Sedangkan kata-kata yang
    dimulai dengan vokal atau fonem /h/ akan mengambil nasal ng. Keseluruhannya
    dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
    Tabel 2.4. Tabel Nasalisasi
    Fonem awal
    Nasalisasi
    Keterangan
    1. /b/,/f/,/p/
    m
    fonem /p/ dapat mengalami
    peluluhan
    2. /c/,/d/,/j/,/t/
    n
    fonem /t/ dapat mengalami
    peluluhan
    3. /a/,/e/,/g/,/h/,/i/,/k/,/o/,/u/
    ng
    fonem /k/ dapat mengalami
    peluluhan
    4. /s/
    ny
    fonem /s/ dapat
    mengalami peluluhan
    5. /m/,/n/,/ng//ny/,/l/,/r/,/y/,/w/ tidak ada
    Keterangan:
    Data tabel diperoleh dari referensi Tata Bahasa Indonesia halaman55-57.
    Pada prinsipnya, proses peluluhan hanya berlaku pada kata-kata dasar,
    bukan pada afiks. Demikian juga kata-kata asing yang terasa masih asing, tetap
    mempertahankan konsonan-konsonan tak bersuara untuk menjaga jangan sampai
    menimbulkan salah paham. Misalnya saja kata-kata asing sabot, koordinir yang
    tetap mempertahankan fonem awalnya walaupun fonem itu tidak bersuara.
    Sedangkan untuk kata yang fonem awalnya /p/, dimana fonem tersebut
    merupakan fonem awal dari penambahan imbuhan (per) maka fonem /p/ juga
    tidak luluh meskipun fonem /p/ merupakan fonem tidak bersuara.
    Page 16
    21
    2.3.2. Sintaksis
    Sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang memperlajari dasar-dasar dan
    proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa. Setiap bahasa memiliki
    sistem khusus untuk mengikat kata atau kelompok kata ke dalam suatu gerak yang
    dinamis. Sintaksis bahasa haruslah merupakan perumusan dari berbagai macam
    gejala susun-peluk kata-kata dalam suatu bahasa. Sebab itu tidak dibenarkan
    menerapkan sintaksis suatu bahasa pada bahasa lain. Berdasarkan strukturnya,
    frasa dan klausa serta kalimat termasuk dalam sintaksis.
    2.3.2.1. Frasa dan Klausa
    Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
    membentuk suatu kesatuan. Dimana kesatuan itu dapat menimbulkan makna baru
    yang sebelumnya belum ada. Sebaliknya klausa adalah suatu konstruksi yang di
    dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang
    daalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek dan
    keterangan-keterangan. Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung
    satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek. Misalnya:
    - Saya menyanyikan sebuah lagu.
    - Adik membaca buku.
    2.3.2.2 Kalimat
    Kalimat adalah satuan kumpulan kata yang terkecil dari suatu ujaran atau
    teks (wacana) yang mengandung pikiran yang lengkap/utuh secara
    ketatabahasaan. Karena itu wacana baru terbentuk jika ada kalimat yang letaknya
    berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan tertentu. Dalam wujud tulisan
    berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
    titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!) yang sepadan dengan intonasi selesai;
    dan sementara itu didalam kalimat terdapat berbagai tanda baca yang berupa
    spasi, koma, titik koma, titik dua, dan atau sepasang garis pendek yang mengapit
    bentuk tertentu, dimana tanda baca tersebut sepadan dengan jeda.
    Apabila dilihat dari segi bentuk sintaksisnya, kalimat terdiri atas bagian-
    bagian yang dapat dibedakan berdasarkan statusnya sebagai unsur pembentuk
    Page 17
    22
    yang inti dan yang bukan-inti. Bagian inti adalah bagian kalimat yang tidak dapat
    dihilangkan, sedangkan bagian bukan-inti adalah bagian yang dapat dihilangkan.
    Kalimat yang terdiri atas satu kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa
    bagian bukan-inti, disebut dengan kalimat tunggal.
    Dalam menentukan kalimat tunggal, pola kalimat mengambil peranan
    yang sangat penting. Apabila suatu kalimat hanya mengandung satu kalimat,
    sedangkan perluasannya tidak menimbulkan pola yang baru maka kalimat tersebut
    disebut kalimat tunggal. Dengan kata lain kalimat tunggal adalah kalimat yang
    hanya terdiri dari dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-
    unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan tidak boleh membentuk pola yang
    baru. Berikut ini adalah contoh kalimat tunggal:
    (1) Kami kemarin sore mendatangi pertemuan itu.
    (2) Kami mendatangi pertemuan itu.
    Kalimat (1) terdiri atas empat bagian, yaitu (i) kami, (ii) kemarin sore, (iii)
    mendatangi dan (iv) pertemuan itu. Dari keempat bagian itu, hanya bagian (ii)
    yang dapat dihilangkan, sedangkan yang lain tidak. Sehingga kita dapat
    mempunyai kalimat (2). Dengan demikian, kemarin sore bukan bagian inti
    sedangkan ketiga yang lain bagian inti. Kalimat (1) dan (2) sama-sama merupakan
    kalimat tunggal, hanya saja kalimat (1) terdiri atas bagian inti dan bukan-inti
    sedangkan kalimat (2) hanya terdiri atas bagian inti.
    Selain itu, kalimat dapat pula terdiri atas lebih dari satu bagian inti, baik
    dengan maupun tanpa bagian bukan-inti. Dengan kata lain perluasan perluasan
    mengakibatkan pembentukan pola kalimat yang baru. Kalimat yang demikian itu
    disebut kalimat majemuk. Dilihat dari sudut pembentukannya, kalimat majemuk
    dapat dikatakan berasal dari dua kalimat tunggal atau lebih. Selain itu, kalimat-
    kalimat tunggal yang diperluas sekian macam hingga unsure-unsur baru itu
    membentuk satu atau lebih pola kalimat lagi. Dalam hal itu kalimat tunggal
    dipandang sebagai unsur dan disebut klausa. Berikut ini adalah contoh kalimat
    majemuk:
    Erika sedang belajar dan adiknya sedang menjahit.
    Page 18
    23
    Kalimat majemuk diatas dibentuk dari dua bagian inti, yaitu (i) Erika sedang
    belajar, dan (ii) adiknya sedang menjahit. Kedua bagian inti tersebut digabungkan
    dengan kata sambung (konjungsi) dan.
    Kalimat dapat dibedakan menjadi bermacam-macam kalimat. Hal ini
    dikarenakan perbedaan situasi akan menghasilkan tanggapan yang berbeda pula
    yang kemudian disalurkan dengan perantaraan bentuk bahasa yang harus
    mencerminkan kembali situasi tersebut. Oleh karena itu bentuk-bentuk bahasa,
    dalam hal ini kalimat, dapat dibeda-bedakan berdasarkan perbedaan situasi dan
    bentuk-bentuk khusus yang digunakan. Berdasarkan macamnya, kalimat tunggal
    dapat digolongkan atas:
    - Kalimat berita
    Kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan
    peristiwa atau kejadian. Ciri-ciri kalimat berita adalah intonasi yang
    digunakan adalah intonasi yang netral, tidak ada suatu bagian yang lebih
    dipentingkan dari yang lain. Susunan kalimat tidak dapat dijadikan ciri-ciri
    karena susunannya hampir sama saja dengan susunan kalimat-kalimat lain.
    - Kalimat tanya
    Kalimat tanya adalah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau
    seseorang. Pada umumnya kalimat Tanya menghendaki suatu jawaban atas
    isi pertanyaan tersebut. Tetapi ada pula pertanyaan yang sama sekali tidak
    menghendaki jawaban, pertanyaan semacam ini disebut pertanyaaan retoris.
    Biasanya pertanyaan retoris dipakai dalam pidato-pidato atau percakapan-
    percakapan lain dimana pendengar sudah mengetahui atau dianggap sudah
    mengetahui jawabannya. Ciri-ciri kalimat tanya adalah sebagai berikut:
    a. Intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya.
    b. Sering mempergunakan kata tanya atau dapat pula menggunakan
    partikel tanya –kah.
    - Kalimat perintah
    Kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk
    melakukan sesuatu. Ciri-ciri kalimat perintah:
    a. Intonasi yang digunakan adalah intonasi keras.
    Page 19
    24
    b. Kata kerja yang mendukung isi kalimat perintah itu biasanya merupakan
    kata dasar.
    c. Menggunakan partikel pengeras –lah.
    Selain macam kalimat diatas, kalimat juga dapat dibedakan menjadi
    bermacam-macam dilihat dari segi tinjauannya. Dilihat dari segi pelakunya,
    kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat aktif dan kalimat tidak aktif. Kalimat
    aktif adalah kalimat yang subjeknya menjadi pelaku tindakan yang disebut dalam
    atau diterangkan oleh predikat. Sedangkan kalimat pasif adalah kalimat yang
    subjeknya menjadi objek dan dikenai tindakan yang disebut pada predikat.
    Berikut ini contoh kalimat aktif dan pasif:
    (3) Amat menangkap ayam.
    (4) Ayam ditangkap oleh Amat.
    Dalam kalimat (3), Amat berperan sebagai subjek yang melakukan tindakan yang
    diterangkan oleh predikat, yaitu menangkap. Sedangkan pada kalimat (4), Ayam
    yang merupakan subyek yang menjadi obyek dari tindakan yang disebut pada
    predikat.
    Source URL: http://pokbongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-penunjang-2.html
    Visit Godo Bolet for Daily Updated Hairstyles Collection

0 comments:

Post a Comment